Menangkap Gas Metan dari Industri untuk Mengurangi Polusi Udara

Rabu, 10 Januari 2024 10:13 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Para ilmuwan masih berfokus pada penghilangan metana dan diperlukan lebih banyak lagi peneliti, pendanaan penelitian, dan perusahaan untuk ikut terlibat dengan gerak cepat. Karena keadaan sudah krusial dengan terjadinya cuaca ekstrem pada tahun 2023 lalu. Masalah ini bukan terjadi di anak cucu kita kelak. Tapi sudah menerpa kita hari ini.

Diperkirakan musim panas 2023 yang baru saja lewat  adalah  terparah yang pernah tercatat di bumi. Gelombang panas mengancam kesehatan masyarakat di berbagai neraga terutama di Amerika Utara, Eropa, dan Asia.

Di Indonesia yerjadi kekeringan di seluruh wilayah, sementara di Kanada mengalami musim kebakaran hutan terburuk yang pernah terjadi, dan api meluluhlantahkan kota Lahaina di Maui, Los Angeles dilanda badai tropis musim panas yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara hujan di Libya menyebabkan banjir dahsyat yang menyebabkan ribuan orang tewas dan hilang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cuaca ekstrem ini merupakan tanda peringatan bahwa kita sedang hidup dalam krisis iklim, dan merupakan alarm agar seruan agar kita melakukan tindakan.

Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil adalah penyebab utama perubahan iklim, dan para ilmuwan mengatakan hal ini harus dikendalikan. Namun ada efek gas rumah kaca lain yang harus dihadapi: metana. Mengatasi metana mungkin merupakan cara terbaik untuk mengerem kenaikan suhu dalam jangka pendek. Metana adalah pendorong terkuat yang kita miliki untuk memperlambat pemanasan global dalam beberapa dekade mendatang.

Hal ini karena gas ini berumur relatif pendek di atmosfer – metana hanya bertahan sekitar 12 tahun, sedangkan CO2 dapat bertahan hingga ratusan tahun. Dan berdasarkan molekul per molekul, metana lebih kuat. Selama periode 20 tahun setelah emisinya, metana dapat menghangatkan atmosfer lebih dari 80 kali lipat jumlah yang setara dengan CO2.

Sudah ada strategi untuk mengurangi emisi metana – memperbaiki kebocoran gas alam (metana adalah komponen utama gas alam), menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap (operasi penambangan melepaskan metana), mengurangi konsumsi daging dan produk susu (sapi mengeluarkan banyak metana) dan menggunakan listrik untuk transportasi dan peralatan industri. Menerapkan semua strategi mitigasi metana yang ada dapat memperlambat pemanasan global sebesar 30 persen dalam dekade berikutnya, begitu menurut sejumlah penelitian.

Namun beberapa ilmuwan iklim menegaskan perlu adanya upaya lebih jauh. Beberapa sumber metana akan sulit, bahkan tidak mungkin, untuk dihilangkan. Hal ini mencakup beberapa emisi yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti emisi yang dihasilkan oleh sawah dan peternakan – meskipun terdapat praktik untuk mengurangi emisi tersebut. Beberapa sumber alam diperkirakan akan melepaskan lebih banyak metana seiring pemanasan dunia. Ada tanda-tanda bahwa lahan basah tropis telah melepaskan lebih banyak gas ke atmosfer, dan pemanasan yang cepat di Antartika dapat mengubah lapisan es menjadi tempat berkembang biaknya mikroba pembuat metana dan melepaskan bom metana yang tersimpan di tanah yang saat ini membeku. Oleh karena itu, para ilmuwan ingin mengembangkan cara untuk menghilangkan metana langsung dari udara.

Tiga miliar metrik ton lebih banyak metana yang ada di atmosfer saat ini dibandingkan pada masa pra-industri. Menghilangkan kelebihan metana akan mendinginkan planet sebesar 0,5 derajat Celcius, demikian yang diungkapkan oleh ahli lingkungan dunia.

Strategi “emisi negatif” serupa sudah diterapkan secara terbatas untuk CO2. Gas tersebut ditangkap di tempat emisinya, atau langsung dari udara, dan kemudian disimpan di suatu tempat. Namun metana adalah molekul yang sulit ditangkap, sehingga para ilmuwan memerlukan pendekatan berbeda.

Sebagian besar ide masih dalam tahap penelitian awal. Potensi teknologi dilakukan dengan pendekatan rekayasa ulang bakteri yang bisa mengkonsumsi metana dan mengembangkan reaktor katalitik untuk ditempatkan di ventilasi tambang batu bara dan tempat lain yang kaya metana untuk mengubah gas secara kimia. Kecepatan emisi metana dan CO2 diumpamakan sebagai pelari yang saling berlomba keluar ke udara bebas. Bagi para ilmuwan yang berfokus pada penghapusan gas rumah kaca, hal ini adalah sebuah tantangan.

Mikroba sudah menghilangkan metana dari udara

Memang molekul metana atau CH4 mudah terurai di atmosfer terutama karena pengaruh paparan sinar matahari dan radikal hidroksil yang sangat reaktif. Namun di lingkungan tanpa sinar matahari dan radikal hidroksil,empat ikatan karbon-hidrogen metana sangat kuat dan stabil dengan  kata lain sulit terurai. Dibutuhkan suhu dan tekanan yang sangat tinggi untuk memecahnya. Dan sulit untuk menjadi gas lain.

Meskipun memiliki potensi pemanasan yang kuat, gas ini terdapat dalam konsentrasi rendah di atmosfer. Hanya 2 dari setiap 1 juta molekul udara yang merupakan metana (sebagai perbandingan, sekitar 400 dari setiap 1 juta molekul udara adalah CO2). Jadi, sulit untuk mendapatkan cukup metana untuk menyimpannya atau mengubahnya secara efisien menjadi gas lain.

Karena itu sejumlah ahli kimia berusaha mengambil dan mengubah metana bahkan dalam kondisi yang menantang ini. Mikroba yang disebut metanotrof menggunakan enzim untuk memakan metana. Penyerapan alami metana secara global oleh metanotrof yang hidup di tanah adalah sekitar 30 juta metrik ton per tahun. Bandingkan dengan sekitar 350 juta ton metana yang dihasilkan aktivitas manusia ke atmosfer pada tahun 2022, seperti yang diungkapkan oleh Badan Energi Internasional.

Ahli mikrobiologi ingin mengetahui apakah bakteri ini dapat menyerap lebih banyak metana dengan lebih cepat. Metanotrof bekerja sangat lambat di lingkungan rendah oksigen, seperti lahan basah dan tempat pembuangan sampah, tempat yang banyak metana. Dalam lingkungan ini, mikroba penghasil metana, yang disebut metanogen, menghasilkan gas lebih cepat dibandingkan kemampuan metanotrof untuk melahapnya.

Namun ada kemungkinan untuk mengembangkan perbaikan tanah dan modifikasi ekosistem lainnya untuk mempercepat penyerapan metana oleh mikroba. Para ilmuwan material bidang rekayasa permukaan diharapkan mampu mendorong metanotrof tumbuh lebih cepat dengan demikian mempercepat konsumsi metana.

Para ilmuwan berharap dapat mengatasi hambatan ini dengan pemahaman yang lebih rinci tentang enzim yang membantu banyak metanotrof memakan metana. Metana monooksigenase, atau MMO, mengambil molekul tersebut dan, dengan bantuan tembaga yang tertanam dalam enzim, menggunakan oksigen untuk memutus ikatan karbon-hidrogen metana. Enzim tersebut pada akhirnya menghasilkan metanol yang kemudian dimetabolisme oleh mikroba.

Meningkatkan kecepatan MMO tidak hanya membantu menghilangkan metana tetapi juga memungkinkan para insinyur memanfaatkan metanotrof dalam sistem industri. Mengubah metana menjadi metanol akan menjadi langkah pertama, diikuti dengan beberapa reaksi yang lebih cepat, untuk menghasilkan produk akhir seperti plastik atau bahan bakar.

Beberapa bakteri, termasuk Methylococcus capsulatus, secara alami memecah metana dengan enzim metana monooksigenase. Dengan mempelajari struktur enzim, para ilmuwan berharap dapat mempercepat penyerapan gas rumah kaca oleh bakteri.

Metana monooksigenase bukanlah enzim supercepat. Reaksi apa pun yang melibatkan MMO akan memberlakukan batas kecepatan pada prosesnya. Enzim sering kali dibentuk agar sesuai dengan reaktannya dalam hal ini metana. Saaat ini ilmuwan masih berusaha mempercepat cara kerja cepat oleh enzim memakan metana dan proses reaksinya.

Kemajuan dengan katalis

Ilmuwan lain berupaya menempatkan reaktor kimia penghancur metana dekat dengan sumber metana. Reaktor ini biasanya menggunakan katalis untuk mempercepat reaksi kimia yang mengubah metana menjadi molekul yang tidak menyebabkan pemanasan global. Katalis ini sering kali memerlukan suhu tinggi atau kondisi ketat lainnya untuk dapat beroperasi, mengandung logam mahal seperti platinum, dan tidak bekerja dengan baik pada konsentrasi metana yang terdapat di udara sekitar.

Namun, salah satu tempat yang menjanjikan untuk memulainya adalah tambang batu bara. Penambangan batu bara dikaitkan dengan puluhan juta ton emisi metana di seluruh dunia setiap tahunnya. Meskipun pembangkit listrik tenaga batu bara sudah mulai dihapuskan di banyak negara, batu bara akan sulit dihilangkan seluruhnya karena peran pentingnya dalam produksi baja.

Untuk mengembangkan katalis yang mungkin bisa digunakan di tambang batu bara, ilmuwan mendapat inspirasi dari Methane monooxygenase (MMO). Saat ini sedang dikembangkan bahan katalis berdasarkan bahan silikat yang tertanam dengan tembaga – logam yang sama yang ditemukan di MMO dan jauh lebih murah dibandingkan yang biasanya diperlukan untuk mengoksidasi metana. Bahan tersebut juga berpori, sehingga meningkatkan efisiensi katalis karena memiliki luas permukaan yang lebih besar, sehingga lebih banyak tempat terjadinya reaksi, dibandingkan bahan tidak berpori. Katalis mengubah metana menjadi CO2, suatu reaksi yang melepaskan panas, yang diperlukan untuk bahan bakar reaksi lebih lanjut. Jika konsentrasi metana cukup tinggi, reaksinya akan berlangsung secara mandiri.

Mengubah metana menjadi CO2 mungkin terdengar kontraproduktif, namun hal ini mengurangi pemanasan secara keseluruhan karena metana memerangkap lebih banyak panas dibandingkan CO2 dan jumlahnya jauh lebih sedikit di atmosfer. Jika semua kelebihan metana di atmosfer diubah menjadi CO2, menurut studi tahun 2019 yang dipimpin oleh Jackson, hal ini hanya akan menghasilkan tambahan 8,2 miliar ton CO2 — setara dengan emisi CO2 dalam beberapa bulan saja jika dibandingkan dengan tingkat emisi saat ini. Dan efek akhirnya adalah mengurangi seperenam pemanasan atmosfer.

Tempat pemberian pakan ternak adalah tempat lain di mana reaktor katalitik Plata dapat bekerja. Gudang dilengkapi dengan kipas angin agar ternak tetap nyaman menggerakkan udara, sehingga reaktor dapat dipasang pada sistem ventilasi ini. Langkah selanjutnya adalah menentukan apakah konsentrasi metana di industri peternakan sapi perah cukup tinggi agar katalis dapat bekerja.

Hasil penelitian lain berhasil mendapatkan formula katalis yang mengubah metana menjadi metanol, dengan tambahan dorongan dari sinar ultraviolet berenergi tinggi. Semburan sinar UV ini menambah energi yang dibutuhkan untuk mengatasi ikatan CH4 yang membandel  dan katalis yang dirancang dengan cermat tetap tepat sasaran. Desain katalis sebelumnya cenderung menghasilkan campuran CO2 dan metanol, namun katalis ini sebagian besar menempel pada pembuatan metanol.

Harapan pada geoengineering

Pendekatan yang lebih ekstrem untuk mempercepat penguraian metana secara alami adalah dengan mengubah kimiawi atmosfer itu sendiri. Beberapa perusahaan, seperti Blue Dot Change yang berbasis di AS, telah mengusulkan pelepasan bahan kimia ke angkasa untuk meningkatkan oksidasi metana.

Metode ini disebut metode geoengineering yaitu melepaskan metana ke atmosferyang diharapkan mampu berkontribusi membatasi pemanasan global hingga 1,5 hingga 2 derajat Celcius di atas rata-rata.

Strategi lain yang diusulkan oleh para advokat adalah dengan menyuntikkan aerosol besi ke udara di atas lautan pada hari yang cerah. Aerosol ini akan bereaksi dengan semprotan aerosol laut asin untuk membentuk klorin, yang kemudian akan menyerang metana di atmosfer dan memulai reaksi kimia lebih lanjut yang mengubahnya menjadi CO2.

Namun dari detail pemodelan ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Suntikan zat besi bisa menimbulkan efek sebaliknya. Klorin tidak akan menyerang metana jika ada ozon. Sebaliknya, klorin pertama-tama akan memecah semua ozon yang ditemukannya. Namun ozon memainkan peran penting dalam menghasilkan radikal hidroksil yang secara alami memecah metana di atmosfer. Jadi ketika tingkat ozon turun konsentrasi dan umur molekul metana di atmosfer justru meningkat. Untuk menggunakan strategi memecah metana ini, para ahli geoengineer perlu menambahkan sejumlah besar klorin ke atmosfer – cukup untuk memecah ozon terlebih dahulu, kemudian menyerang metana.

Misalnya, untuk menghilangkan 20 persen metana di atmosfer, sehingga menurunkan suhu permukaan bumi sebesar 0,2 derajat Celsius pada tahun 2050, diperlukan sekitar 630 juta ton klorin di atmosfer setiap tahunnya. Hal ini pada gilirannya memerlukan suntikan mungkin puluhan juta ton besi. Aerosol besi yang merupakan salah satu bentuk partikel dapat memperburuk kualitas udara; menghirup materi partikulat dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, terutama penyakit kardiovaskular dan paru-paru. Perubahan atmosfer ini juga dapat menghasilkan asam klorida yang dapat mencapai laut dan mengasamkannya.

Dan tidak ada jaminan bahwa sebagian klorin tidak akan sampai ke lapisan ozon, sehingga merusak pelindung planet yang melindungi kita dari sinar UV matahari yang berbahaya. Ilmuwan masih perlu mengkaji kemungkinan ini.

Ada sikap ambivalen dalam penelitian bidang geoengineering. Dikhawatirkan mengenai apa yang mungkin terjadi jika semua gas metana yang tersimpan di lapisan es dunia hilang. Jika para ilmuwan dapat mengetahui cara menggunakan aerosol besi secara efektif, tanpa dampak buruk, dan jika geoengineering tersebut diterima oleh masyarakat, maka metode tersebut mungkin dapat diterapkan.

Sekelompok ilmuwan lain tengah membuat rekomendasi tentang prioritas penelitian mengenai teknologi penghilangan metana pada musim panas. Diperlukan portofolio teknologi yang berbeda. Misalnya, apa yang berhasil di tempat penggemukan sapi belum tentu berhasil di instalasi pengolahan air limbah.

Para ilmuwan masih terus berfokus pada penghilangan metana, dan diperlukan lebih banyak lagi peneliti, pendanaan penelitian, dan perusahaan untuk ikut terlibat dengan gerak cepat. Karena keadaan sudah krusial dengan terjadinya cuaca ekstrem pada tahun 2023 lalu. Kita sudah merasakan dampak pemanasan global tersebut, dengan demikian kita bisa memanfaatkan momen ini. Katena masalah ini ternyata bukan terjadi di anak cucu kita. Tapi Masalah tersebut sudah terjadi di kita.

 

Dari berbagai sumber.

Dr. -Ing. Salman,  ST. MSc.

Dosen Teknik Mesin Universitas Mataram

Bagikan Artikel Ini
img-content
Dr Ing Salman ST MSc

Dosen Teknik Mesin Universitas Mataram

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua